Friday, May 30, 2014

Laporan Kadar Air Tanah

I. PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang cukup banyak di dunia ini, ditandai
dengan adanya lautan, sungai, danau dan lain-lain sebagainya. Tanah memegang peranan penting dalam melakukan prespitasi air yang masuk ke dalam tanah, selanjutnya sekitar 70% dari air yang diterima di evaporasi dan dikembalikan
ke atmosfer berupa air, dan tanah memegang peranan penting dalam refersi dan penyimpanan. Sisanya itulah yang digunakan untuk kebutuhan tranpirasi,
evaporasi, dan pertumbuhan tanaman.
Kandungan air dalam tanah dapat ditemukan dengan beberapa cara.
Sering dipakai istilah nisbi, seperti basah dan kering. Kedua-duanya adalah kisaran yang tidak pasti tentang kandungan air dan karena itu dapat ditafsirkan
bermacam-macam. Walaupun penentuan kandungan air tanah didasarkan pada pengukuran gravimetrik, tetapi jumlah air lebih mudah dinyatakan dalam hitungan volumetrik seperti nisbah air (water ratio).
Air diperlukan oleh tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, antara lain untuk memenuhi transpirasi dalam proses asimilasi. Reaksi kimia dalam tanah hanya berlangsung bila terdapat air. Pelepasan unsur-unsur hara dari mineral primer terutama juga karena pengaruh air, yang kemudian mengangkutnya ke tempat lain (pencucian unsur hara).


Fungsi lain dalam tanah adalah melapukkan mineral yaitu menyiapkan hara larut bagi pertumbuhan tanaman dan sebagai media gerak unsur-unsur hara ke akar. Jadi air merupakan pelarut dan bersama-sama hara yang lain terlarut membentuk larutan tanah, tetapi bila air terlalu banyak maka hara tanah akan tercuci dan membatasi pergerakan udara dalam tanah.
1.2.      Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui seberapa besar peranan dan hubungan air tanah dengan pertumbuhan tanaman serta penentuan kadar air tanah.
Kegunaannya adalah sebagai informasi mengenai kandungan air dalam tanah yang dapat digunakan bagi pertumbuhan tanaman dan cara melakukan pengolahan tanah yang tepat dan jumlah air yang dibutuhkan pada tanah dan tanaman.



II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Kadar  Air
Banyaknya kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air dalam tanah tersebut. Besarnya tegangan air menunjukkan besarnya tenaga yang diperlukan untuk menahan air tersebut  dalam tanah. Air dapat menyerap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya-gaya adhesi, kohesi dan gravitasi, karena air higroskopik dan air kapiler (Hardjowigeno, 2003).
Kadar air merupakan komponen utama tanaman hijau yang merupakan 70% - 90% dari berat segar. Kebanyakan jenis tanaman tak berkayu, sebagian besar air kandungan dalam isi sel (85% - 90%) yang merupakan media yang baik untuk banyak reaksi biokimia. Tetapi air mempunyai beberapa peranan lain dalam fisiologi tanaman dan keadaannya unik yang cocok dengan sifat kimia dan fisikanya yang diperankan (Fitter-Hay, 1991).
Air merupakan dua sifat yang penting pada kelakuan air di dalam tanah, yaitu massa dan polaritas. Oleh karena massanya, air senantiasa ditarik ke bawah oleh gaya gravitas polaritas disebabkan oleh susunan molekul air (Pairunan, 1997).





2.2.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Air      
Kapasitas tanah untuk menahan air dihubungkan baik dengan luas permukaan maupun volume ruang pori, kapasitas menahan air karenanya berhubungan dengan struktur dan tekstur.  Tanah-tanah dengan tekstur halus mempunyai maksimum kapasitas menahan air total maksimum, tetapi air tersedia yang ditahan maksimum, pada tanah dengan tekstur sedang.  Penelitian menunjukkan bahwa air tersedia pada beberapa tanah berhubungan erat dengan kandungan debu dan pasir yang sangat halus (Foth, 1995).
            Tanah bertekstur halus menahan air lebih banyak pada seluruh selang energi dibandingkan dengan tanah bertekstur kasar.  Hal ini dimungkinkan karena tanah bertekstur halus mempunyai bahan koloidal, ruang pori dan permukaan adsortif yang lebih banyak (Nurhayati, 1986). Tanah yang bertekstur kasar mempunyai kemampuan menahan air yang kecil daripada tanah bertekstur halus.  Oleh karena itu, tanaman yang ditanam pada tanah pasir umumnya lebih mudah kekeringan daripada tanah-tanah bertekstur liat (Hardjowigeno, 1993).
Adapun pengaruhnya bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya juga bagi pertumbuhan tanaman adalah sebagai emulgator (memperbaiki struktur tanah), sumber hara N, P, S, menambah kemampuan tanah untuk menahan air, menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara dan sumber energi bagi mikroorganisme (Hardjowigeno, 1993).
Kadar air dalam tanah tergantung pada banyaknya curah hujan, kemampuan tanah menahan air, habisnya evapotranspirasi, kandungan bahan organik dan tingginya muka air tanah.


2.3.      Kapasitas Lapang
Kapasitas lapang adalah persentase kelembaban yang ditahan oleh tanah sesudah terjadinya drainase dan kecepatan gerakan air ke bawah menjadi sangat lambat. Keadaan ini terjadi 2 - 3 hari sesudah hujan jatuh yaitu bila tanah cukup mudah ditembus oleh air, tekstur dan struktur tanahnya uniform dan pori-pori tanah belum semua terisi oleh air dan temperatur yang cukup tinggi. Kelembaban pada saat ini berada di antara 5 - 40%. Selama air di dalam tanah masih lebih tinggi daripada kapasitas lapang maka tanah akan tetap lembab, ini disebabkan air kapiler selalu dapat mengganti kehilangan air karena proses evaporasi. Bila kelembaban tanah turun sampai di bawah kapasitas lapang maka air menjadi tidak mobile. Akar-akar akan membentuk cabang-cabang lebih banyak, pemanjangan lebih cepat untuk mendapatkan suatu air bagi konsumsinya. Oleh karena itu akar-akar tanaman yang tumbuh pada tanah-tanah yang kandungan air di bawah kapasitas lapang akan selalu becabang-cabang dengan hebat sekali. Kapasitas lapang sangat penting pula artinya karena dapat menunjukkan kandungan maksimum dari tanah dan dapat menentukan jumlah air pengairan yang diperlukan untuk membasahi tanah sampai lapisan di bawahnya. Tergantung dari tekstur lapisan tanahnya maka untuk menaikkan kelembaban 1 kaki tanah kering sampai kapasitas lapang diperlukan air pengairan sebesar 0,5 - 3 inci (Hardjowigeno, 1993)



2.3.      Titik Layu Permanen
Titik layu permanen terjadi dimana kandungan lengas tanah yang menyebabkan tanaman yang tumbuh di atasnya mengalami layu tetap, karena plasmolisis yang terjadi pada sel tanaman sudah lanjut dan sel terlanjur mati, meskipun tanaman disiram deplasmolisis tidak akan terjadi, tanaman akan tetap mati. Pada tingkat kelembaban titik layu ini tanaman tidak mampu lagi menyerap air dari dalam tanah. Jumlah air yang tertampung di daerah perakaran merupakan faktor penting untuk menentukan nilai penting tanah pertanian maupun kehutanan (Nurhayati, 1986).
            Bilamana tanaman ditanam pada keadaan air yang cukup maka tanaman itu akan mengambil air kapiler dari dalam tanah tersebut. Bila sampai batas maksimum, air kapiler dapat diambil dan mendekati habis maka tanaman akan menjadi layu. Meskipun pada titik layu ini tanah menunjukkan tekanan osmose yang sangat nyata tetapi tetap tidak mampu menunjukkan tekanan osmose yang sangat nyata tetapi tetap tidak mampu menunjukkan suatu kemampuan tanaman tersebut terhadap absorbsi airnya. Kehilangan turgescensi ini pada tanaman-tanaman yang lemah terjadi pada daun-daun yang telah tua kemudian diikuti oleh daun-daun muda (Nurhayati, 1986).




III. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1.      Waktu dan Tempat
Praktikum pengamatan Kadar air dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal              12 November 2013, pukul 13.00 WITA sampai selesai. Tempat praktikum pengamatan kadar air di Laboratorium Kimia Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan Kadar Air pada tanah ini adalah timbangan, cawan, dan oven.
Bahan yang digunakan pada percobaan Kadar Air tanah ini adalah sampel tanah Alfisol, air dan kertas label.
3.3. Prosedur kerja
Prosedur kerja dengan metode gravimetrik  adalah sebagai berikut:
-        Menimbang cawan petridish, dan menambahkan 20 gram tanah kering udara
-        Mengeringkan dalam oven dengan suhu 105°C selama 2 x 24 jam
-        Mengeluarkan cawan yang berisi tanah dari oven lalu dinginkan, kemudian menimbang   cawan tersebut bersama tanah.



3.3.2. Perhitungan :
      - Berat cawan petridish                                         = a gram
      - Berat cawan petridish + Tanah kering udara      = b gram
      - Berat cawan petridish + Tanah kering oven       = c gram
% Kadar Air      = x 100 %




IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.      Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil seperti pada tabel 1 berikut :
Tabel 1 : Hasil Perhitungan Kadar Air pada sampel Tanah Alfisol
Lapisan Tanah
Kadar Air Tanah (%)
I
48 %
II
52 %
                 Sumber : Data primer setelah diolah, 2013.
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil yang diperoleh nilai kadar air pada lapisan I adalah 48 %. Hal ini disebabkan karena tekstur pada tanah tersebut kasar sehingga kemampuan dalam menyimpan air rendah serta kemampuan dalam melewatkan air tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Pairunan, dkk. (1987), yang menyatakan bahwa kemampuan tanah dalam menyediakan air dan kemampuan tanah memegang air ditentukan oleh tekstur tanah.



Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa pada lapisan tanah II memiki kandungan air sebesar 52 %. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan kadar airnya lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tanah lapisan I, hal ini disebabkan karena tanah lapisan I memiliki tekstur tanah liat hal ini sesuai pendapat Hakim (1986) yang menyatakan apabila bertekstur pasir maka kemampuan untuk mengikat air itu rendah itu disebabkan susunan partikel pasir itu padat, berbeda halnya dengan tekstur tanah liat yang kandungan kadar airnya tinggi dikarenakan susunan partikelnya lebih renggang.
Pada lapisan tanah II memiliki nilai kadar air sebesar  52 % dan pada lapisan tanah I memiliki nilai kadar air sebesar 48 %. Nilai-nilai kadar air yang dimiliki oleh setiap tanah ini adalah tinggi, karena tanah tersebut memiliki tekstur yang halus, dimana tekstur tanah halus akan banyak menampung air atau daya menahan airnya tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hakim, dkk. (1986), yang menyatakan bahwa tanah bertekstur halus menahan air lebih banyak dibandingkan dengan bertekstur kasar. Hal tersebut juga sependapat dengan Hardjowigeno (2003), yang menyatakan bahwa tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus.



Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air tanah yaitu selisih masukan air (water gain) dari presipitasi (meliputi hujan, salju, kabut) yang menginfiltrasi tanah ditambah hasil kondensasi (oleh tanaman dan tanah)  dan adsorpsi (oleh tanah) dikurangi air yang hilang (water loss) lewat evapotranspirasi dan sifat khas tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Buckman dan Brady (1982) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air suatu tanah yaitu faktor tumbuhan dan iklim. Iklim mempunyai pengaruh yang berarti pada jumlah air yang dapat diabsorpsi dengan efisien oleh tumbuhan dalam tanah. Temperatur dan perubahan udara merupakan perubahan iklim dan berpengaruh pada efisiensi penggunaan air tanah dan penentuan air yang dapat hilang melalui saluran evaporasi permukaan tanah.





V.      PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil yang diperoleh pada percobaan kadar air tanah, maka dapat disimpulkan :
·         Pada lapisan tanah I memiliki kadar air 48 %.
·         Pada lapisan tanah II memiliki kadar air 52 %.
·         Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air tanah adalah tekstur tanah, bahan organik, struktur tanah dan permeabilitas.
5.2. Saran
Sebaiknya dalam memilih tanah pertanian, perlu diperhatikan kandungan air tanah untuk suatu jenis tanah, karena kadar air tanah cukup berperan setelah bahan organik tanah yang turut mempengaruhi kandungan unsur hara yang diperlukan tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya.





DAFTAR PUSTAKA
Bukman, H.D. and N.C. Brady. 1982The Nature and Properties Of Soil Maxwell Matmilin: New York.
Fitter-Hay, 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gajah Mada Universitas Press: Yokyakarta.
Foth, H.D. 1995. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gajah Mada University Press: Yogjakarta.
Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo: Jakarta.
                       . 1993. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo: Jakarta.
                       . 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo: Jakarta
Nurhayati Hakim, dkk. 1986. Dasar-Dasar ilmu tanah. Lembaga Penelitian Universitas Lampung, Lampung.
Pairunan, dkk. 1987. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negri Indonesia Timur: Makassar.
               . 1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negri Indonesia Timur: Makassar.



LAMPIRAN
Perhitungan nilai persentase kadar air pada tanah alfisol (lapisan I) :
Berat cawan petridish                                     = 45 gram
Berat cawan petridish + Tanah kering udara  = 50 gram
Berat cawan petridish + Tanah kering oven   = 47,6 gram
% Kadar Air      = x 100 %
                                    =  x 100%
                                    = 48 %
Perhitungan nilai persentase kadar air pada tanah Alfisol (lapisan II) :
Berat cawan petridish                                     = 49,4 gram
Berat cawan petridish + Tanah kering udara  = 54,4 gram
Berat cawan petridish + Tanah kering oven   = 51,8 gram
% Kadar Air      = x 100 %
                                    =  x 100%
                                    = 52 %


No comments:

Post a Comment