Tuesday, August 20, 2013

Ibu, Malaikat Tanpa Sayap

Ditulis oleh : Sophie Riswandono Jul 31, 2013

 Ibu, Malaikat Tanpa Sayap Ibu, Malaikat Tanpa Sayap - Sumber gambar Sebagian orang atau mungkin remaja saat ditanya, hal manis apa yang berkesan untuk kalian? Mungkin sebagian akan menceritakan kisah dimana mereka saat pertama kali berpacaran atau mengisahkan tentang sosok pasangannya yang seperti pangeran/ratu. Tidak terkecuali saya kok, tetapi sesaat di saat saya mengengok ke pada ibu tercinta saya hanya dapat terdiam dan tersenyum karena tanpa saya sadari momen berharga/ sweet moment saya adalah karena telah terlahir menjadi anaknya. Sosok malaikat tanpa sayap yang sangat jarang saya ceritakan apalagi saya banggakan. Makhluk yang penuh kasih sayang yang dengan sabarnya mengajari, mendidik dan menyayangi saya dengan sepenuh hati walaupun pernah saya sakiti hingga meneteskan air mata. Orang tua yang tidak pernah menuntut balasan apapun dan bahkan selalu mendoakan keadaan saya dan namanya pula yang selalu saya panjatkan dalam setiap doa agar selalu diberikan kesehatan. Hingga sekarangpun belum banyak yang dapat saya berikan untuknya, tapi ia tak sekalipun berkecil hati akan hal itu apalagi mengeluh akan kekurangan pada anaknya. Mungkin hanya sesekali, saat saya mendapat sedikit rezeki ibu selalu saya ajak jalan untuk sekedar makan di sebuah restoran atau bahkan warung pecel lele di pinggir jalan tanpa sekalipun mengeluh dan meminta untuk diajak ke restoran yang notabene-nya berlabel bintang. Saya bersyukur kehidupan keras yang dulu kami alami menjadikan saya dan ibu tetap tidak melupakan masa-masa itu. Masa dimana kami hidup di malam hari dengan hanya berteman sinar redup dari lampu semprong yang remang-remang karena listrik yang belum dapat menjamah desa itu, berjualan es untuk memenuhi kehidupan kami, berladang dan lain sebagainya untuk menyambung kehidupan. Hal-hal yang benar-benar saya rindukan. Sampai saya pernah berucap kepada ibu, “Bu, yuk kita tinggal di desa lagi, yang jauh dari kebisingan kota. Yang gak ada polusinya, aku bisa maen-maen lagi di pematang sawah, kalo malem di waktu hujan banyak kodok berdendang di samping kamar. Aku kangen suasana malem selepas Maghrib dimana kita kumpul-kumpul di ruang tamu dan ngobrol ngalor-ngidul tentang masa kecil ibu dan pakde-bude dan... kehidupan yang jauh dari kata cukup.” Ibu Cuma tersenyum, “syukuri apa yang ada sekarang nak, biar yang lalu cukup kita jadikan kenangan dan pengalaman perjalanan hidup kita.” Momen terbaik adalah saat dapat meminjam pundaknya saat saya lelah dan penat dengan masalah-masalah yang mendera, memeluknya saat saya tak dapat berkata bahwa saya sangat menyayanginya. Terima kasih telah membesarkan dan memcurahkan segala kasih sayangnya bagi anakmu ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan padanya. Aamiin..

No comments:

Post a Comment