Tuesday, June 23, 2015

Batuk, Pilek, dan Diare tidak Perlu Antibiotik

Hasil gambar untuk sapu tanganPENGGUNAAN antibiotik di Indonesia memang nyaris tanpa arahan. Banyak dokter memberikan antibiotik kepada pasien, padahal penyakit yang diderita mereka sebetulnya tidak memerlukan antibiotik. Indonesia memang belum memiliki standar baku mengenai penggunaan antibiotik, sementara di luar negeri penatalaksanaannya untuk setiap penyakit telah dibakukan.

Menurut peneliti mikrobiologi klinik dr Amin Soebandrio PhD dari Bagian Mikrobiologi FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, di negara-negara maju penggunaan antibiotik ada aturannya untuk memperkecil efek samping dari penyakitnya.
“Di kalangan internasional, khususnya di negara maju, telah diberlakukan peraturan perusahaan dalam mengendalikan antibiotik ini. Karena semua pengobatan yang menggunakan antibiotik telah dibakukan dalam appropriate antibiotic therapy (AAT).”
AAT tersebut, kata Amin, merupakan panduan agar tepat indikasinya. Amin memberi contoh seorang pasien yang terkena infeksi, apakah perlu diobati dengan antibiotik?
“Bagaimana obatnya, dosisnya, timing-nya harus jelas. Misalnya, cara pemberian obatnya apakah per oral, disuntikkan atau dioleskan melalui salep. Waktunya apakah sehari dua kali atau sekali. Begitu juga soal meminumnya sebelum atau sesudah makan. Semua itu harus jelas.”
Biasanya, kata Amin, pasien yang seharusnya minum antibiotik untuk lima hari, hanya memakainya dua hari karena kondisinya sudah membaik. Penggunaan antibiotik seperti itu tidak tepat, karena akan menyebabkan risiko infeksi tidak sembuh. “Karena pasien terinfeksi bakteri baru yang resisten dalam antibiotik itu, pasien akan terjangkit penyakit lebih parah.”
Lebih lanjut, ia menjelaskan, fakta menyebutkan terdapat perbedaan dalam angka kematian akibat infeksi yang diobati dengan antibiotik secara tepat dan tidak tepat di rumah sakit.
“Angka kematian akibat infeksi karena penggunaan antibiotik tidak tepat mencapai dua sampai tiga kali lipat dibanding penggunaan antibiotik secara tepat.”
Sayangnya, lanjutnya, di Indonesia tidak ada data detail tentang angka kematian itu.
Efek samping

Amin mengatakan efek samping akibat pemberian antibiotik yang tidak tepat bisa dilihat dari pemberian dosisnya. Apabila dosis yang diberikan lebih tinggi atau lebih kuat akan mengakibatkan efek toksin (racun). Sedangkan pemberian dengan dosis rendah menyebabkan kuman menjadi resisten. Jadi, antibiotik harus diberikan secara tepat.
Pada obat-obat antibiotik yang kuat atau dosis tinggi, menurut Amin, bisa menyebabkan gangguan pada ginjal, tulang cepat keropos atau gigi mudah tanggal.
“Tren sekarang ini para dokter sering kali memberikan antibiotik untuk penyakit batuk, pilek, maupun diare. Padahal, penyakit semacam itu memiliki sifat bisa sembuh sendiri seiring membaiknya daya tahan tubuh. Sebab, ada juga batuk, pilek, maupun diare yang disebabkan virus. Sehingga pengobatan pun harus jeli dan tidak perlu menggunakan antibiotik.”
Demikian juga dengan penderita demam berdarah (DB), lanjut Amin, untuk menyembuhkannya tidak perlu menggunakan antibiotik melainkan dengan cairan infus untuk menaikkan trombosit dan obat penurun panas.
“Pemberian antibiotik baru dilakukan apabila virus dengue sudah menyerang paru-paru, dan dikhawatirkan akan terjadi infeksi nosokomial yang ada di rumah sakit.”
Ia menambahkan, selama ini argumentasi dokter memberikan antibiotik pada penyakit batuk, pilek, maupun diare supaya tidak terjadi infeksi sekunder. Padahal, tidak harus demikian cara pengobatannya.
Dalam kenyataan di lapangan apabila ada orang yang menggunakan antibiotik sembarangan atau penggunaannya tidak rasional, maka yang terjadi adalah bakteri-bakteri ‘baik’ di dalam tubuh akan terganggu.
“Masalahnya bukan karena jodoh atau tidak obat itu ke dalam tubuh. Pemberian antibiotik yang terlalu sering dan tidak rasional menyebabkan bakteri patogen dan bakteri ‘baik’ sama-sama terbasmi.
“Kalau bakteri baik terganggu, akibatnya ada beberapa bakteri yang berada di usus, kulit, saluran vagina maupun mulut ikut tereliminasi. Kalau bakteri ‘baik’ ikut tereliminasi, maka akan menyebabkan diare atau sebaliknya susah buang air besar karena tidak ada bakteri baik yang memproses pembuangan.”
Sebab, kata Amin lagi, bagian-bagian tubuh tersebut sangat membutuhkan bakteri baik untuk keseimbangan. Demikian juga dengan kulit, akan menumbuhkan jamur-jamur karena bakteri baik tidak bisa bekerja maksimal.
Sedangkan pada mulut akan menumbuhkan sariawan. Orang yang sariawan selain kekurangan vitamin C juga akibat dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional. Pada saluran vagina juga akan timbul jamur yang menyebabkan keputihan.
Demikian juga dengan sakit gigi apabila ada lubang yang menimbulkan abses karena infeksi, adanya nanah dan bengkak baru diberikan antibiotik. Apabila sakit gigi hanya ngilu atau nyeri biasa tidak perlu diobati dengan antibiotik.
“Gigi yang nyeri bisa sembuh dengan sendirinya. Gigi dibersihkan dan apabila memang giginya sudah rusak bisa dicabut,” kata dokter Amin.
Sebetulnya, jelas Amin, sudah ada informasi mengenai aturan pakai beserta efek samping dalam penggunaan antibiotik. Untuk itu harus dipatuhi oleh dokter maupun pasien. Dosis bisa diberlakukan dengan melihat berat badan, usia, riwayat penyakit, dan yang diutamakan adalah penyakit yang disebabkan infeksi, bukan penyakit lainnya. (Nda/V-1)

Habbatus Saudâ’ Menyembuhkan Segala Penyakit?

Apakah Habbatus Saudâ’ Menyembuhkan Segala Penyakit?
Dr. ‘Abdul Jawwâd Ash-Shôwî berkata, “Kaum muslimin mempercayai hadits-hadits tentang habbatus saudâ’.
Hasil gambar untuk habbatussauda
Para ulama berbeda-beda dalam menjelaskan hadits-hadits tersebut :Sebagian ulama berkata bahwa keumuman penyembuhan yang meliputi segala penyakit, sebagaimana yang bisa dipahami dari redaksi hadits-hadits tersebut secara zhohir, bukanlah yang dimaksudkan, akan tetapi habbatus saudâ’ itu menyembuhkan sebagian penyakit saja.
Hadits tersebut menggunakan gaya ungkapan yang bisa dikategorikan sebagai al-‘âm yurôdu bihi `l-khôsh (kalimat umum, tetapi dimaksudkan untuk makna khusus).
Sebagian ulama lain mengatakan bahwa pada dasarnya kalimat yang bersifat umum, seharusnya kita pahami sesuai dengan keumumannya, selama tidak ada korelasi kuat yang memalingkan dari makna tersebut. Karena itu, para ulama yang berpendapat demikian menguatkan khasiat habbatus saudâ’ dalam penyembuhan segala jenis penyakit. Berbagai riset modern membuktikan bahwa sistem kekebalan mampu memberikan penyembuhan yang akurat dan spesifik bagi setiap penyakit yang menyerang tubuh, dengan cara mengaktifkan kekebalan spesifik yang terdapat di sel-sel limphoid (limfosit) yang memproduksi antibodi dan sel-sel pembunuh spesifik untuk setiap penyakit.
Adapun habbatus saudâ’ memiliki pengaruh kuat dalam mengaktifkan dan menguatkan sistem kekebalan ini, sehingga dengan demikian habbatus saudâ’ bisa menyembuhkan segala macam penyakit. Dengan demikian, kita bisa memakai makna zhohir dari nash-nash hadits tersebut tetap pada keumuman maknanya.
Pada kesempatan ini, saya akan menyampaikan beberapa penjelasan para ulama kita terdahulu mengenai hadits-hadits ini, kemudian penjelasan ringkas mengenai sistem kekebalan, didukung dengan ringkasan beberapa hasil eksperimen mengenai pengaruh habbatus saudâ’ terhadap sistem kekebalan tubuh ini, kemudian menjelaskan sisi kemukjizatan ilmiah yang terkandung dalam hadits-hadits ini.Nash-nash yang Meriwayatkan
Pemakaian Habbatus Saudâ’,Bukhôrî meriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu anha bahwa ia pernah mendengar Nabi Shallallahu’Alaihi Wasallam. bersabda : “Sungguh dalam habbatus saudâ’ itu terdapat penyembuh segala penyakit, kecuali as-sâm.” Saya bertanya, ‘Apakah as-sâm itu?’ Beliau menjawab, ‘Kematian’.”352)Dalam riwayat Muslim : “Tidak ada satu pun penyakit, kecuali obatnya terdapat pada habbatus saudâ’, kecuali kematian.”353)
Penjelasan Para Ulama terhadap Hadits-hadits tentang Habbatus Saudâ’
Para ulama muslim terdahulu berbeda pendapat dalam menafsiri hadits-hadits ini, sesuai dengan pengetahuan yang ada pada masa mereka. Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud bukan makna umum, melainkan dimaksudkan untuk makna khusus.Al-Munâwî berkata, “Ia menyembuhkan segala penyakit yang timbul karena adanya unsur basah (ruthûbah).
Tetapi, habbatus saudâ’ tidak dikonsumsi sendirian sebagai obat, melainkan kadang-kadang digunakan campuran obat lain dan kadang-kadang digunakan sendiri tanpa campuran, tergantung kebutuhan penyakit.”Ibnu Hajar Al-‘Asqolânî juga berkomentar seperti di atas, hanya saja menambah komentar mengenai “setiap penyakit”. Kata beliau, “Maksudnya setiap penyakit yang bisa diobati dengannya, karena sesungguhnya habbatus saudâ’ ini bermanfaat untuk mengatasi penyakit-penyakit yang disebabkan unsur dingin (bârid).
Adapun penyakit-penyakit yang disebabkan oleh unsur panas (hârr), tidak bisa.”Al-Khoththôbî berkata, “Itu termasuk kategori kalimat umum, tetapi dimaksudkan untuk makna khusus. Sebab, tidak ada tumbuhan yang memiliki bersifat menghimpun segala karakter yang bisa menghadapi segala karakter lain dalam mengobati semua penyakit dengan kebalikannya.
Tetapi, yang dimaksudkan adalah penyembuh segala penyakit yang terjadi disebabkan oleh adanya unsur basah (ruthûbah).”Abû Bakar bin Al-‘Arobî berkata, “Menurut para dokter, madu lebih mendekati untuk dikatakan ‘bisa menyembuhkan segala macam penyakit’, dibandingkan habbatus saudâ’. Jika firman Alloh mengenai madu ‘di dalamnya terdapat kesembuhan’ dimaksudkan untuk sebagian besar penyakit, maka habbatus saudâ’ pun lebih tepat bila ditafsiri demikian.”Adapun penulis kitab Tuhfatu Al-Ahwadzî yang tetap menaf-siri hadits-hadits di atas sesuai dengan keumuman maknanya, mengatakan, “Hadits-hadits Nabi tersebut harus dipahami sesuai dengan keumumannya, karena dalam hadits tersebut terdapat sabda beliau ‘kecuali kematian’.
Seperti firman Alloh, ‘Demi masa. Sungguh, manusia itu berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, beramal sholih, saling berwasiat dengan kebenaran, dan saling berwasiat dengan kesabaran’.”Kemudian ia berkata lagi, “Abû Muhammad bin Abî Hamzah berkata, ‘Banyak orang memperbincangkan makna hadits ini. Mereka mengkhususkan keumuman maknanya, dengan mengi-kuti pendapat para pakar kedokteran dan ahli eksperimen. Tidak diragukan, pendapat seperti itu keliru.
Sebab, jika kita percaya kepada pakar kedokteran -sedangkan kebanyakan ilmu mereka didasarkan pada eksperimen, yang berlandaskan dugaan kuat (hipotesis)-, maka mempercayai Nabi yang tidak pernah berbicara berdasarkan hawa nafsu, melainkan berdasarkan wahyu yang diwahyukan kepada beliau, lebih tepat daripada mempercayai pendapat mereka’.”
_________________________352) Shohîhu Al-Bukhôrî (5687).353) Shohîh Muslim (2215).

mata kuliah sexuologi

Hasil gambar untuk bungaSexuologi???? gludhakz…gludhakz..
Pertama kali ikut kuliahnya waduh gak kebayang bakalan heboh mesti,,, kayaknya menyandang predikat mata kuliah paling laris semester ini,,, dr hampir semua temen seangkatan plus adek2 semester bwh jg,,, full rame, desek2an, hipoksia, rebutan kursi,,, weleh…
Itulah salah satu mata kuliah pilihan semester akhir ditempat kami.
But remember SEXUOLOGY IS NOT PORNOGRAPHY. Dari awal pertemuan dijelaskan perbedaan sexuologi dan pornografi. Meskipun sama-sama membahas masalah seksual manusia, pd sexuologi bertujuan memberikan informasi secara ilmiah, terbebas dari maksud memancing dan membangkitkan nafsu birahi. Meskipun tidak bermaksud memancing, tp disini kembali ke individunya juga,,, plus dosen pengampunya -pakar sexuo Solo, katanya- yg full expressive bgt ngasih kuliahnya,,,, harus byk2 istighfar nih!!!
Di pertemuan2 selanjutnya pembahasan mulai mendetail dgn byk istilah2 seperti orgasme, ereksi, woman in top, side by side de el el…
Pentingnya sexuologi untuk dikuliahkan mengingat banyaknya kasus-kasus penyakit yang berlatang belakang dari gangguan seksual dimana sebagian besar gangguan seksual sendiri diakibatkan faktor kejiwaan.
Dari sini dapat diambil pelajaran antara lain seperti pengharaman sex anal, dimana kita ketahui terdapat larangan mendatangi istri dari belakang (urutan anatomi wanita dari depan ke belakang: saluran urin-vagina-anus). Ternyata penyebaran AIDS paling tinggi terjadi melalui sex anal dibanding sex oral. Di anus susunannya berupa otot-otot, tidak ada proses lubrikasi sebagai pelumas, sehingga permukaan mukosa anus akan mudah berdarah saat penetrasi (masuknya alat kelamin pria) dimana dlm keadaan ereksi –tegang, keras- . Di sisi lain, menurut penelitian kenikmatan yang didapatkan dari sex anal ini lebih besar dari sex vaginal. Hal ini menjadi peringatan bahwa bukan kenikmatan saja yang dikejar tetapi juga memperhatikan resiko dan pengaruhnya di kemudian hari.
Kita ketahui bahwa circum sisi atau khitan pada laki-laki bertujuan untuk membuang preputium sebagai sumber penyakit. Sunnah ini banyak mendapat pertentangan dari orang2 diluar islam -seperti yg diceritakan sepupu saya di Udayana yg menyebutkan sebagian besar dosen2nya menentang circumsisi dengan alasan mengurangi kenikmatan saat berhubungan-. Pakar sexuologi menyebutkan bahwa pusat kenikmatan itu berada di otak (pikiran), bukan panjang-pendek, obat kuat atau yg lainnya.
Pengetahuan seperti ini bukanlah hal yang tabu, tapi penting bagi siapa saja untuk mempelajarinya sebagai pendidikan seks yang benar. Sebagai contoh ada seorang pasien pasangan baru yg kurang pengetahuan akan pendidikan seks hingga saat malam pertama sang wanita yang begitu ketakutan sampai-sampai clitoris-nya (bagian alat kelamin wanita bagian luar) sobek hingga harus dijahit.
Wallahu’alam bishowab….

Sumber: https://alkhadijah.wordpress.com/2009/03/20/mata-kuliah-sexuologi/#more-24